SoalPilihan Ganda Materi Hikayat Kelas X : Contoh Soal Teks Hikayat Cerita Rakyat Kelas 11 Sma Pg Dan Esay Mata Pendidikan : Contoh soal cerita rakyat hikayat pilihan ganda dan jawaban hikayat.. Contoh soal bahasa indonesia kelas 10 semester 1 kurikulum 2013 beserta jawabannya pilihan ganda (part. 35 soal bahasa indonesia kelas 10 semester 1 Singapun berfikir dengan kata-kata tikus itu dan bersetuju melepaskan tikus itu. Selang beberapa hari kemudian, tikus terdengar akan suara singa mengaum. Singa mengaum sambil meronta-ronta kesakitan. Rupa-rupanya singa telah terkena perangkap pemburu. Tikus berlari ke arah singa dengan menolong singa memutuskan perangkap jaring itu dengan giginya. Petualanganitu terjadi karena beberapa sebab, misalnya difitnah, diserang garuda/ naga, mencari putri yang ada dalam mimpi, diculik, dan sebagainya. Akhir cerita Cerita diakhiri dengan tokoh utama yang berbahagia bersama istri-istrinya. b. Muncul unsur-unsur Islam. Dalam hikayat peralihan, unsur-unsur Islam dimunculkan. dalamcerita rakyat Hikayat Datuk Tuan Budian, dan Sultan Domas Pemimpin yang Sakti dan Baik Hati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengizinkan kami berhasil, tentunya hal itu berkat doa dan usaha kita semua." Tuah Talino Tahun XIII Volume 13 Nomor 2 Edisi 6 Desember 2019 ISSN 0216-079X E-ISSN 2685-3043 ContohSoal Cerita Rakyat Hikayat Pilihan Ganda Dan Jawaban from soalpelajaran.info. 29+ Contoh Soal Hikayat Dan Cerpen. Berikut adalah kumpulan soal pilihan ganda materi teks cerita rakyat (hikayat) kelas 10 pilihan ganda beserta kunci jawabannya. Berikut ini yang bukan merupakan contoh hikayat adalah. Maka dengan itu, kakak memberi judul Nilaidan Isi yang Terkandung dalam Cerita Rakyat (Hikayat) beserta analisis soal #tekshikayat Bahasa Indonesia posted a video to playlist BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA KELAS X . CERITARAKYAT : KISAH SEORANG PEMBOHONG DAN TRAGEDI AIR BAH Pada suatu masa dahulu, terdapat sebuah perkampungan masyarakat Dusun di sebuah kampung. Di dalam kampung tersebut ada seorang lelaki yang sangat suka membohong. Setiap hari mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah Sementaraitu, hikayat menceritakan seotrang perempuan yang diminta membawa tujuh butir bertih dari seorang panglima. Jadi jawabannya adalah E. Contoh Soal Membandingkan Isi Karya Sastra dan Pembahasannya Zulfikar 2018-10-24T:00 5.0 stars based on 35 reviews Bacalah isi karya sastra berikut ini Cerita Rakyat Pada suatu hari Toba UXdbYc. Apa saja perbedaan hikayat dengan cerpen? Keduanya merupakan prosa atau karya bebas yang cukup terkenal dalam sastra Indonesia. Sekilas keduanya terlihat sama, akan tetapi jika kamu memperhatikan lebih dalam banyak perbedaan yang bisa kamu temukan. Untuk itu, artikel ini akan menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan hikayat maupun cerpen, termasuk apa saja perbedaan di antara keduanya. Daftar ISISeputar Hikayat1. Pengertian Hikayat2. Karakteristik Hikayat3. Fungsi Hikayat4. Struktur Hikayat5. Nilai-nilai dalam HikayatSeputar Cerpen1. Pengertian Cerpen2. Karakteristik Cerpen3. Fungsi Cerpen4. Struktur CerpenInilah Perbedaan Hikayat dengan Cerpen1. Tema2. Tokoh3. Latar4. Penokohan5. Alur6. Gaya Bahasa7. Sudut Pandang8. Amanat. Alur9. Penggunaan Konjungsi10. Penggunaan Majas11. Nama Pengarang12. Jumlah KataSudah Paham Perbedaan Hikayat dengan Cerpen? Seputar Hikayat Sebelum pembahasan tentang perbedaan hikayat dengan cerpen, sangat penting mengetahui definisi dari keduanya. Pembahasan pertama yaitu hal-hal seputar hikayat. 1. Pengertian Hikayat Hikayat merupakan prosa atau karangan bebas yang mengisahkan tokoh-tokoh yang hidup serta tinggal di kerajaan. Tokoh yang diceritakan tersebut bisa berupa raja, permaisuri, pangeran, dan lain-lain. Pada hikayat kamu akan menemukan cerita, biografi, undang-undang, dan sebagainya. Tokoh tersebut sering digambarkan mempunyai kekuatan gaib, kesaktian, serta karakter penokohannya yang sifatnya mutlak. Selain berperan sebagai hiburan, pada hikayat juga terdapat pesan moral maupun amanat yang sangat bermanfaat untuk pendidikan karakter. Selain itu, hikayat juga merupakan karya sastra lama. Awalnya, hikayat diceritakan hanya sebatas lisan. Cerita tersebut kemudian menyebar dan terus menyebar hingga terkenal di kalangan masyarakat. Akan tetapi, di zaman modern seperti sekarang, hikayat mulai ditulis serta dibukukan. Berdasarkan ceritanya, terdapat beberapa pembagian hikayat yaitu Hikayat Jawa, misalnya Hikayat Panji Sumirang Hikayat Melayu asli, misalnya Hikayat Negeri Johor Hikayat Arab, misalnya Amir Hamzah Hikayat India, misalnya Mahabarata dan Ramayana 2. Karakteristik Hikayat Terdapat beberapa ciri khas yang kamu temukan pada hikayat, yaitu Anonim kamu tidak mengetahui siapa pengarang atau penciptanya. Ini karena cerita tersebut disampaikan secara lisan lalu dipercaya sebagai sebuah cerita atau kisah yang nyata. Istana sentris umumnya hikayat akan menggunakan latar belakang berupa kerajaan maupun negeri yang pemimpinnya adalah seorang raja. Menonjolkan kesaktian atau kemustahilan hikayat juga mempunyai cerita yang terkesan tidak logis. Tokoh pada hikayat tersebut dikisahkan mempunyai kekuatan atau kesaktian tertentu. Tradisional hikayat juga mempunyai susunan maupun cara pengungkapan yang terkesan klise. Ini karena isinya yang cenderung mempertahankan tradisi atau kebiasaan orang-orang dulu. 3. Fungsi Hikayat Hikayat merupakan cerita rakyat yang harus dilestarikan. Ini karena di dalam hikayat tersebut terdapat warisan budaya yang berasal dari nenek moyang pada generasi muda. Setidaknya ada beberapa fungsi hikayat yang perlu kamu pahami. Ketiga fungsi hikayat tersebut yaitu Hikayat merupakan sarana hiburan. Ini karena di dalam cerita tersebut terdapat kisah yang bisa menghibur para pembaca atau pendengarnya. Hikayat juga merupakan sarana pendidikan. Di dalamnya terkandung nilai-nilai yang dapat diteladani oleh para pembaca serta pendengarnya. Fungsi lain hikayat yaitu untuk melestarikan warisan budaya. Dalam cerita tersebut terkandung nilai budaya dan sosial suatu bangsa. 4. Struktur Hikayat Kamu telah memahami pengertian hikayat beserta ciri-cirinya. Pembahasan berikutnya seputar struktur yang terdapat pada karya sastra lama tersebut. Berikut pembahasannya. a. Abstraksi Pada penulisan hikayat, kamu akan menemukan abstraksi yang menjadi inti cerita hikayat itu sendiri. Bentuk abstraksinya pun berupa serangkaian peristiwa dalam cerita. Pada penulisan hikayat, sebenarnya abstraksi ini sifatnya opsional. Artinya, penulis dapat mencantumkan abstraksi tersebut dan boleh tidak. Jadi memang tergantung dari keinginan penulis hikayat. b. Orientasi Struktur yang kedua adalah orientasi. Ini merupakan bagian teks yang berkenaan dengan beberapa aspek. Pada orientasi ini, kamu akan mendapatkan paparan seputar tempat, waktu, serta suasana. Ketiga aspek inilah yang dapat mempengaruhi penulisan hikayat. c. Kompilasi Berikutnya ada struktur hikayat yang bernama kompilasi. Ini merupakan urutan kejadian dalam cerita seputar sebab dan akibat. Kompilasi juga bisa mempunyai arti puncak masalah. Selain itu, kompilasi ini juga berhubungan dengan kemunculan konflik dalam jalan cerita. Konflik tersebut yang memberikan gambaran tentang karakter atau watak asli tokoh yang terdapat dalam cerita. d. Evaluasi Jika di bagian konflik telah tertuang secara menyeluruh, kemudian cerita hikayat akan berlanjut pada evaluasi. Evaluasi merupakan struktur yang isinya tentang penyelesaian atau jalan keluar dalam cerita hikayat. e. Resolusi Sementara itu, resolusi merupakan bagian yang isinya tentang solusi atas permasalahan yang terjadi di cerita. Hadirnya resolusi inilah yang kemudian mengarahkan alur hikayat menuju pada koda. f. Koda Koda merupakan struktur cerita hikayat yang bertujuan mengartikan amanat atau pesan yang disampaikan penulis. Pada bagian ini, para pembaca dapat mengambil pelajaran maupun pesan moral dalam cerita. 5. Nilai-nilai dalam Hikayat Beberapa nilai yang bisa kamu temukan pada hikayat yaitu a. Nilai Budaya Salah satu nilai dalam hikayat yaitu nilai budaya. Nilai ini berasal dari adat istiadat atau budaya yang berkembang serta diwariskan secara turun-temurun ke masyarakat. Nilai ini membuat masyarakat takut untuk meninggalkannya karena khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk. b. Nilai Moral Nilai moral pada hikayat berkaitan tentang ajaran baik dan buruk yang dapat diterima khalayak umum. Nilai tersebut bisa dalam bentuk sikap, perbuatan, kewajiban, dan lain-lain. Moral juga berkaitan dengan budi pekerti, akhlak, serta susila. Nilai moral di dalam sebuah karya sastra umumnya mencerminkan pandangan hidup dari penulis yang ingin disampaikan ke pembaca. Nilai moral bisa kamu lihat berdasarkan peristiwa yang dialami oleh karakter yang diceritakan dalam hikayat. c. Nilai Religi Nilai religi yaitu nilai yang berhubungan dengan keagamaan. Di dalam hikayat, kamu akan menemukan hal-hal seputar konsep ketuhanan, surga-negara, maupun dosa-pahala. d. Nilai Sosial Nilai ini berkaitan dengan kehidupan yang berlangsung di masyarakat. Secara umum, nilai sosial ini dapat berupa nasehat maupun pesan yang berkenaan dengan kemasyarakatan. Indikasi adanya nilai sosial ini dikaitkan dengan kelayakan saat diterapkan pada kehidupan sehari-hari, termasuk ketika berinteraksi dengan masyarakat. e. Nilai Edukasi Nilai berikutnya yang terkandung di dalam hikayat yaitu nilai edukasi. Sesuai namanya, nilai ini erat kaitannya dengan proses pembelajaran. Pada mulanya, kamu akan melihat bagaimana proses perubahan sikap serta perilaku seseorang atau kelompok di dalam cerita tersebut. Dari cerita yang dihadirkan, kamu akan menemukan sesuatu yang bisa kamu jadikan sebagai pembelajaran. f. Nilai Estetis Selanjutnya ada nilai estetis yang merupakan pikiran dan emosi yang berkaitan dengan keindahan karya sastra. Keindahan tersebut terlepas dari berbagai pertimbangan sosial, oral, ekonomis, maupun politik praktis. Umumnya, nilai keindahan ini terdapat di dalam hikayat yang berhubungan dengan bahasa pada seni sastra. Seputar Cerpen Sebelum masuk ke perbedaan hikayat dengan cerpen, ketahui dulu bab-bab seputar cerpen. Tentunya kamu sudah paham bahwa cerpen adalah akronim dari cerita pendek. Berikut pembahasan selengkapnya seputar cerpen. 1. Pengertian Cerpen Cerpen atau cerita pendek merupakan karya yang penulisannya tak terlalu panjang. Kisah pada cerpen tersebut ditulis dengan jumlah kata tak lebih dari Cerita yang terdapat di dalam cerpen biasanya padat. Kemudian cerpen juga mempunyai satu alur cerita yang akan dijadikan fokus utama mulai awal sampai akhir. Tidak mengherankan ketika cerpen juga dianggap sebagai karya sastra yang cukup dibaca atau diselesaikan hanya sekali duduk. Selain itu, cerpen juga umumnya memiliki pesan tertentu yang disampaikan oleh pengarang. Pesan tersebut hadir dalam berbagai macam. Ada pesan yang disampaikan dalam bentuk saran, kritikan, maupun nasehat. Kemudian cara pengarang cerpen menyampaikan pesan tersebut juga bisa secara eksplisit atau implisit. Pesan tersebut bisa kamu temukan baik di pertengahan atau akhir cerita. Untuk pesan eksplisit, kamu bisa dengan mudah menemukannya karena sudah tertera jelas dalam cerita. Akan tetapi, saat mencari pesan implisit, kamu perlu tahu jalannya cerita maupun bagaimana tokoh dalam cerita menyelesaikan masalahnya. Lalu kamu bisa mulai memahami seperti apa pesan yang coba disampaikan pengarang melalui ceritanya. 2. Karakteristik Cerpen Sama halnya dengan hikayat, cerpen juga memiliki ciri khas tersendiri. Berikut beberapa karakteristik cerita pendek Jumlah katanya terbatas sesuai namanya, ini merupakan cerita yang alur ceritanya cenderung singkat dan terbatas. Pembuatan cerpen biasanya tak lebih dari kata. Itulah mengapa pembacanya cukup menyelesaikan seluruh alur ceritanya hanya sekali duduk. Fokus pada masalah isi cerita pendek selalu berkaitan dengan tokoh yang mengalami masalah tertentu dan bagaimana dia menyelesaikannya. Cerita beragam berbeda dengan hikayat yang sifatnya istana sentris, pada cerpen cenderung mempunyai cerita beragam. Biasanya cerita atau temanya berkaitan dengan kehidupan atau kejadian sehari-hari. Ruang dan waktu terbatas cerita pendek umumnya hanya fokus terhadap satu kejadian tunggal. Dengan begitu, ruang maupun waktu yang diceritakannya terbatas. Penokohan sederhana karakter atau watak pada cerita pendek tidak digali secara detail. Biasanya karakter atau penokohannya cukup diceritakan secara sederhana dan singkat. 3. Fungsi Cerpen Seperti yang dijelaskan, cerpen mempunyai cerita sangat singkat serta jelas. Cerpen juga mempunyai beberapa fungsi layaknya karya sastra yang lain. Berikut beberapa fungsinya Fungsi rekreatif cerpen berfungsi untuk memberikan hiburan kepada para pembacanya. Fungsi estetis cerpen juga menghadirkan nilai keindahan atau estetika. Dengan begitu, para pembaca akan merasa terpuaskan setelah membaca cerita tersebut. Fungsi didaktif cerpen juga merupakan sarana untuk memberikan pendidikan atau pelajaran. Di dalam cerita tersebut akan ada pelajaran atau hikmah yang bermanfaat untuk para pembaca. Fungsi moralitas cerpen juga menghadirkan nilai moral. Saat membaca, kamu akan tahu siapa saja tokoh yang memiliki karakter baik maupun buruk. Fungsi religiusitas cerita pendek juga menghadirkan hal-hal yang bersifat religi. Sama halnya dengan didaktif, apa yang disampaikan di dalam cerpen akan menjadi contoh yang baik untuk para pembaca. 4. Struktur Cerpen Sama halnya dengan cerita hikayat, cerpen juga memiliki struktur ceritanya sendiri. Meskipun begitu, antara hikayat dan cerpen mempunyai struktur yang hampir sama. a. Abstrak Abstrak adalah bagian cerita pendek memberikan gambaran tentang isi cerita secara keseluruhan. Bagian ini merupakan highlight dari cerita yang ingin disajikan oleh penulis mulai awal sampai akhir. b. Orientasi Orientasi isinya tentang gambaran visual yang terdapat pada cerita pendek. Bagian ini menceritakan tentang waktu, atmosfer, dan latar cerita tersebut. Kamu juga dapat menemukan bagian yang menunjukkan pengenalan tokoh serta hubungan di antara tokoh-tokoh dalam cerita. c. Rangkaian Peristiwa Di bagian ini, kisah berlanjut lewat serangkai kejadian atau peristiwa satu dengan peristiwa lainnya. Biasanya antara kejadian-kejadian tersebut saling berhubungan satu dengan lainnya. d. Kompilasi Selanjutnya cerita bergerak menuju puncak masalah atau konflik, pertentangan, maupun kesulitan yang dihadapi para tokohnya. Kesulitan yang tokoh-tokoh tersebut hadapi akan memengaruhi latar waktu serta karakternya. e. Resolusi Struktur cerpen yang kelima adalah resolusi. Bagian ini memberikan gambaran tentang solusi dari tantangan atau permasalahan yang dihadapi. Kamu juga bisa mengetahui bagaimana pengarang cerpen tersebut mengakhiri ceritanya, apakah happy ending atau sad ending. f. Koda Koda adalah komentar terakhir tentang keseluruhan isi cerita. Di bagian ini juga dinamakan simpulan cerpen. Ada beberapa perbedaan hikayat dengan cerpen yang bisa kamu temukan, di antaranya 1. Tema Tema merupakan ide utama atau gagasan yang menjadi latar belakang sebuah cerita. Tema pada hikayat biasanya tentang perjuangan dari seorang pahlawan sampai ia menjadi raja. Kemudian bagaimana dia memperoleh permaisuri maupun membawa kerajaannya ke masa kejayaan. Sementara pada cerpen, tema yang digunakan lebih variatif. Tema cerpen cenderung tidak terbatas di latar belakang tertentu. Kamu dapat menemukan cerpen dengan beragam tema maupun pilihan yang beragam. Misalnya cerpen dengan tema keluarga, persahabatan, percintaan, agama, dan sebagainya. Sementara pada hikayat hanya memakai satu jenis ide utama yaitu seputar perjalanan atau riwayat dari seorang pahlawan. 2. Tokoh Perbedaan hikayat dengan cerpen kedua bisa kamu perhatikan dari tokoh. Tokoh merupakan seseorang yang ada dalam cerita dan digambarkan memiliki perangai tertentu. Tokoh tersebut yang akan mengalami peristiwa maupun melakukan sesuatu dalam cerita. Tokoh pada hikayat cenderung terbatas pada ratu, raja, permaisuri, dan rakyat jelata. Mereka semua orang-orang yang dikisahkan berada di dalam lingkungan kerajaan. Tokoh cerpen cenderung tidak terbatas. Dengan begitu, penulis cerpen memiliki lebih banyak opsi untuk membuat tokoh dalam cerita pendek yang dia karang. Tidak terbatas pada orang-orang yang ada di kerajaan. 3. Latar Perbedaan hikayat dengan cerpen yang ketiga yaitu tentang tempat, waktu, serta suasana yang menjadi background cerita. Latar pada hikayat sangat menonjol dibandingkan pada cerpen yaitu berupa istana maupun lingkungan sekitarnya. Kemudian pada cerpen, latarnya sangat beragam. Tempat, suasana, maupun waktu yang menjadi latar cerpen lebih fleksibel. Hal ini juga membantu pengarang atau penulis cerpen saat membuat ceritanya sendiri. 4. Penokohan Perbedaan hikayat dengan cerpen berikutnya adalah penokohan. Penokohan merupakan penggambaran sifat atau karakter tokoh di dalam cerita. Untuk hikayat, penokohannya sering bersifat mutlak. Maksudnya, karakter yang baik akan selalu baik mulai awal sampai akhir cerita dan begitu sebaliknya. Kemudian penokohan pada cerpen lebih realistis. Dengan kata lain, tokoh yang awalnya memiliki watak baik bisa jadi berubah menjadi jahat. Mereka yang digambarkan memiliki watak jahat pun bisa jadi baik sehingga penokohan pada cerpen memang menyesuaikan jalan cerita yang ingin disajikan. 5. Alur Perbedaan hikayat dengan cerpen juga bisa kamu temukan pada alur cerita yang dihadirkan. Alur merupakan rangkaian penyajian cerita. Jika melihat waktunya, alur dibagi menjadi tiga yaitu alur progresif alur maju, alu flashback alur mundur, serta alur campuran. Untuk hikayat, alurnya cenderung memakai alur maju. Isi cerita tersebut adalah bagaimana perjuangan seseorang dalam melewati berbagai rintangan atau lika-liku hidup. Pada akhirnya dia berhasil melewati semua rintangan hidupnya lalu menjadi seorang raja. Kemudian untuk cerpen, alurnya lebih fleksibel. Bisa memakai perpaduan dari ketiga alur tersebut sehingga ceritanya pun menjadi lebih variatif sehingga tidak terkesan monoton. 6. Gaya Bahasa Perbedaan hikayat dengan cerpen adalah gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan gaya penulis di dalam menggunakan bahasa ketika mengungkapkan gagasan, ide, maupun perasaan dalam cerita. Adapun gaya bahasa pada hikayat sifatnya cenderung statis serta memiliki ungkapan klise. Ungkapan tersebut seperti syahdan, alkisah, suatu hari, hatta, dan sebagainya. Akan tetapi, gaya bahasa pada cerpen cenderung dinamis. Gaya bahasa yang digunakan menyesuaikan perkembangan zaman. Tidak menutup kemungkinan cerpen yang dibuat pada zaman sekarang juga memakai gaya bahasa atau istilah yang memang ada saat ini. 7. Sudut Pandang Perbedaan hikayat dengan cerpen juga dapat kamu amati berdasarkan sudut pandangnya atau point of view. Sudut pandang merupakan cara pandang seorang pengarang dalam menempatkan posisinya di dalam cerita. Setidaknya ada tiga jenis sudut pandang, yaitu Sudut pandang orang pertama alias akun. Ini merupakan point of view pengarang sebagai subjek maupun tokoh di dalam cerita tersebut. Sudut pandang orang kedua terbatas atau diaan-terbatas. Pada jenis sudut pandang ini, pengarang tersebut perannya hanya sebagai pengamat dalam cerita yang dia karang. Sudut pandang orang ketiga mahatahu atau diaan-mahatahu. Sudut pandang dari pengarang yang perannya sebagai pencerita. Di sini dia menjadi seseorang yang tahu seluruh cerita yang sedang berlangsung maupun yang akan terjadi. Untuk hikayat umumnya memakai sudut pandang yang ketiga yaitu diaan-mahatahu, apalagi saat pengarangnya berperan sebagai anonim. Sementara itu, ketiga sudut pandang di atas dapat kamu temukan di dalam cerita pendek. 8. Amanat . Alur Perbedaan hikayat dengan cerpen juga dapat kamu amati berdasarkan amanat. Amanat merupakan pesan moral yang terdapat di dalam cerita. Pesan moral tersebut ada yang sifatnya tersurat memang tertulis di dalam cerita maupun tersirat tak dijelaskan dalam cerita. Hikayat mempunyai amanat yang sifatnya mutlak. Kamu dapat menemukan amanatnya secara eksplisit atau tersurat. Lalu untuk cerpen, amanatnya cenderung tidak bersifat mutlak serta tidak selalu muncul secara eksplisit. Banyak amanat pada cerpen yang sifatnya implisit atau tersirat. Jadi pembaca perlu berpikir terlebih dahulu saat ingin mencari amanat yang terkandung di dalam cerita. 9. Penggunaan Konjungsi Perbedaan hikayat dengan cerpen juga dapat kamu lihat berdasarkan konjungsi yang digunakan. Biasanya hikayat memakai konjungsi atau kata hubung dengan kata yang tak lazim atau kata arkais. Penggunaan kata hubung tersebut misalnya bak, syahdan, dan sebagainya. Akan tetapi, pada cerpen cenderung memakai kata hubung yang lebih populer. Konjungsinya juga lebih mudah untuk dipahami pembaca di era sekarang. Misalnya lalu, ketika, kemudian, dan sebagainya. 10. Penggunaan Majas Perbedaan hikayat dengan cerpen adalah majas. Majas digunakan untuk menjadikan cerita lebih menarik sehingga tak terkesan monoton. Majas yang kerap dipakai pada hikayat maupun cerpen yaitu majas metafora, antonomasia, simile atau perbandingan, serta hiperbola. Akan tetapi terdapat perbedaan dalam penerapan majas di antara cerpen dan hikayat. Pada hikayat, penggunaan majasnya lebih berfokus untuk memberikan gambaran terhadap karakter tokoh. Sementara itu, majas yang dipakai pada cerpen cenderung menggambarkan sesuatu yang lebih luas, tidak terbatas hanya pada tokoh saja. 11. Nama Pengarang Perbedaan hikayat dengan cerpen selanjutnya adalah nama pengarang. Untuk hikayat, nama pengarang cenderung tidak diketahui alias bersifat anonim. Itulah yang menjadikan hikayat tersebut merupakan sebuah karya sastra bersama maupun karya warga sekitar. Sementara pada cerpen, nama pengarang dapat kamu ketahui secara mudah. Biasanya nama pengarang tersebut akan dicantumkan di bawah judul. 12. Jumlah Kata Perbedaan hikayat dengan cerpen juga dapat kamu lihat berdasarkan jumlah kata. Untuk hikayat, jumlah katanya cenderung bervariasi. Ada cerita yang disajikan dengan jumlah kata dan lain-lain. Pada dasarnya tidak ada batasan terkait jumlah kata pada cerita hikayat. Sementara itu, pada cerita pendek memiliki jumlah kata yang cenderung terbatas. Jika kamu perhatikan, cerita yang kamu baca memiliki jumlah kata sekitar Beberapa cerita pendek juga ada yang sampai kata. Sudah Paham Perbedaan Hikayat dengan Cerpen? Seperti itulah beberapa perbedaan cerpen dengan hikayat. Keduanya memang sama-sama karya sastra, tetapi kamu bisa melihat banyaknya perbedaan di antara keduanya. PERSAMAAN HIKAYAT DENGAN CERITA RAKYAT Fungsi dan tujuan umumnya sama, yaitu sebagai pelipur lara hati si pembaca 1. Keduanya merupakan salah satu karya sastra 2. Sama-sama menceritakan tentang kejadian masa lalu/lampau 3. Bertujuan untuk menyampaikan hal-hal yang baik atau berupa ajaran-ajaran bagi si pembaca. PERBEDAAN HIKAYAT DENGAN CERITA RAKYAT 1. Hikayat cenderung terikat oleh bahasa melayu, sedangkan cerita rakyat lebih luwes. 2. Isi hikayat biasanya bercerita tentang kehebatan dan kesaktian para raja, pangeran dll, sedangkan cerita rakyat umunya memiliki cerita tentang kehidupan masyarakat setempat. 3. Hikyat umumnya menggunakan kata pembuka “ Alkisah “ , sedangkan cerita rakyat menggunkan kata pembuka “ Pada Zaman Dahulu Kala “. 4. Hikaya biasanya menggunakan kata penghubung maka, syahibul hikayat, shahdan, pada itu dll, sedangkan cerita rakyat menggunakan kata penghubung kemudian, selanjutnya, begitupula dll. Contoh hikayat SEORANG KAKEK DAN SEEKOR ULAR Pada zaman dahulu, tersebutlah ada seorang kakek yang cukup disegani. Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi dan petang. Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer. Ia punya banyak hal yang menyebabkannya tetap mampu menjaga potensi itu. Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sembari menghisap rokok dengan nikmatnya sesuai kebiasaan masa itu. Tangan kanannya memegang tasbih yang senantiasa berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Rupanya, ular itu sedang mencoba menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang kemudian datang menyusulnya membawa tongkat. “Kek,” panggil ular itu benar-benar memelas, “kakek kan terkenal suka menolong. Tolonglah saya, selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki yang sedang mengejar saya itu. Ia pasti membunuh saya begitu berhasil menangkap saya. Tentunya, kamu baik sekali jika mau membuka mulut lebar-lebar supaya saya dapat bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon, kabulkanlah permintaan saya ini.” “Ulangi sumpahmu sekali lagi,” pinta si kakek. “Takutnya, setelah mulutku kubuka, kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas dengan keculasan. Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai saya.” Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu sekali lagi. Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya sekira-kira dapat untuk ular itu masuk. Sejurus kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di tangan. Ia menanyakan keberadaan ular yang hendak dibunuhnya itu. Kakek mengaku bahwa ia tak melihat ular yang ditanyakannya dan tak tahu di mana ular itu berada. Tak berhasil menemukan apa yang dicarinya, pria itu pun pergi. Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada ular “Kini, kamu aman. Keluarlah dari mulutku, agar aku dapat pergi sekarang.” Ular itu hanya menyembulkan kepalanya sedikit, lalu berujar “Hmm, kamu mengira sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan mana orang jahat dan mana orang baik, mana yang berbahaya bagimu dan mana yang berguna. Padahal, kamu tak tahu apa-apa. Kamu bahkan tak bisa membedakan antara makhluk hidup dan benda mati.” “Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.” Kontan ular itu mengancam. “La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] ungkapan geram, bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh? Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik.” Sejurus kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan kejadian yang tak pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah penyesalan. Kakek itu akhirnya kembali bersuara, “Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum lupa pada sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku, izinkan aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon tempatku biasa berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku.” Ular mengabulkan permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang tua itu berharap, “Oh, andai Tuhan mengirim orang pandai yang dapat mengeluarkan ular jahat ini dan menyelamatkanku.” Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang ular “Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu. Bunuhlah aku seperti yang kamu inginkan.” Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun merdu tertuju padanya “Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik rekam jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak punya cara untuk mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau pandang pohon ini. Ambil daunnnya beberapa lembar lalu makan. Moga Allah sentiasa membantumu.” Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari mulutnya ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu dari bahaya musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu girang bukan main sehingga berujar, “Suara siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?” Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku kebajikan dan berhati mulia. Suara itu berujar, “Saya tahu kamu dizalimi, maka atas izin Zat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri Allah saya datang menyelamatkanmu.” Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya.” Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan “Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya yang jahat.” Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku dia mengucapkan selamat tinggal. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari sepenuhnya perannya dalam menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya. Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang. Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu mengadukanku kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan menanyakan dari mana asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan uang dalam jumlah yang cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku untuk mematuhi perintahnya seraya menebar ancaman. Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tak seberapa, suatu kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang untuk mencambukku. Kemudian ia menjebloskan aku ke penjara. Sudah tiga tahun lamanya saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai aneka penyiksaan. Tak sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan bumi ini dan menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari penjara yang gelap ini dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya. Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa budi baik dari Baginda Rasyid, Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan. Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibekali sedikit uang pengganti dari kerugian yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun memanjatkan doa dengan khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah Amirul Mukminin senantiasa bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih terbit dan selama burung masih berkicau. Para napi di penjara Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah berumur panjang setelah Khalifah meninggalkan harta yang cukup banyak buat mereka. Khalifah lalu kembali ke istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris. Di istana telah menunggu siti Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa yang sudah dilakukannya, Zubaidah pun senang mendengarnya. Ia mengucapkan terima kasih dan memuji Khalifah karena telah berbuat baik. Zubaidah juga mendoakan agar Khalifah panjang umur. Contoh cerita rakyat La Maddukkelleng lahir Wajo, Sulawesi Selatan, 1700 – wafat Wajo, Sulawesi Selatan, 1765 adalah seorang ksatria dari Wajo, Sulawesi Selatan. Pada masa kecilnya hidup di lingkungan istana Arung Matowa Wajo Wajo. Menginjak masa remaja ia diajak oleh pamannya mengikuti acara adu sambung ayam di kerajaan tetangganya Bone. Namun pada waktu itu terjadi ketidak adilan penyelenggaraan acara tersebut dimana orang Wajo merasa dipihak yang teraniaya, La Maddukkelleng tidak menerima hal tersebut dan terjadilah perkelahian. Ia lalu kembali ke Wajo dalam pengejaran orang Bone, lalu lewat Dewan Ade Pitue, ia memohon izin untuk merantau mencari ilmu. Dengan berbekal Tiga Ujung, ujung mulut, ujung tombak, dan ujung kemaluan ia berhasil di negeri Pasir Kalimantan sampai ke Malaysia, dan merajai Selat Makassar, hingga Belanda menjulukinya dengan Bajak Laut. Dia berhasil menikah dengan puteri Raja Pasir, dan salah seorang puterinya kawin dengan Raja Kutai. Dia bersama pengikutnya terus menerus melawan Belanda. Setelah sepuluh tahun La Maddukkelleng memerintah Pasir sebagai Sultan Pasir, datanglah utusan dari Arung Matowa Wajo La Salewangeng yang bernama La Dalle Arung Taa menghadap Sultan Pasir dengan membawa surat yang isinya mengajak kembali, karena Wajo dalam ancaman Bone. La Maddukkelleng akhirnya kembali lagi ke Tanah Wajo dan melalui suatu mufakat Arung Ennengnge Dewan Adat, beliau diangkat sebagai Arung Matowa Wajo XXXIV. Dalam pemerintahannya, tercatat berhasil menciptakan strategi pemerintahan yang cemerlang yang terus menerus melawan dominasi Belanda dan membebaskan Wajo dari penjajahan diktean Kerajaan Bone, juga keberhasilan memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Wajo Petta Pamaradekangi Wajona To Wajoe Inilah La Maddukelleng LA MADDUKKELLENG adalah putera dari Arung Raja Peneki La Mataesdso To Ma’dettia dan We Tenriangka Arung Raja Singkang, saudara Arung Matowa Wajo La Salewangeng To Tenrirua 1713-1737. Karena itulah La Maddukkelleng sering disebut Arung Singkang dan Arung Peneki. Pada tahun 1713, Raja Bone La Patau Matanna Tikka mengundang Arung Matowa Wajo La Salewangeng untuk menghadiri perayaan pelubangan telinga pemasangan giwang puterinya I Wale di Cenrana daerah kerajaan Bone. La Maddukkelleng ditugaskan pamannya dia putera saudara perempuan La Salewangeng ikut serta dengan tugas memegang tempat sirih raja. Sebagaimana lazimnya dilakukan di setiap pesta raja-raja Bugis-Makassar, diadakanlah ajang perlombaan perburuan rusa maddenggeng dan sambung ayam mappabbitte. Pada saat berlangsungnya pesta sambung ayam tersebut, ayam putera Raja Bone mati dikalahkan oleh ayam Arung Matowa Wajo. Kemenangan itu tidak diakui oleh orang-orang Bone dan mereka berpendapat bahw pertarungan tersebut sama kuatnya. Hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya keributan. Pada saat itu La Maddukkelleng turut serta dalam perkelahian tersebut yang mengakibatkan korban di pihak Bone lebih banyak dibandingkan korban pihak Wajo. Lontarak Sukunna Wajo menyatakan bahwa pada waktu terjadi perkelahian tersebut, terjadi tikam menikam antara orang-orang Wajo-Bone di Cenrana, saat itu La Maddukkelleng baru saja disunat dan belum sembuh lukanya. Melihat kenyataan tersebut karena mereka di wilayah kerajaan Bone, maka orang-orang Wajo segera melarikan diri melalui Sungai Walennae. Setibanya Arung Matowa Wajo La Salewangeng di Tosora, maka datanglah utusan Raja Bone untuk meminta agar La Maddukkelleng diserahkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dianggap bersalah. Arung Matowa Wajo mengatakan bahwa La Maddukkelleng tidak kembali ke Wajo sejak peristiwa di Cenrana. Utusan raja Bone itu kembali sekalipun ia yakin bahwa La Maddukkelleng masih berada di daerah Wajo, namun tidak dapat berbuat banyak karena adanya ikrar antara Bone, Soppeng dan Wajo di Timurung pada tahun 1582, bahwa tiga kerajaan itu harus saling mempercayai. La Maddukkelleng datang menghadap dan meminta restu Arung Matowa Wajo dan Dewan Pemerintah Wajo arung bentempola untuk berlayar meninggalkan daerah Wajo. Saat itu bertepatan dengan selesainya pembangunan gedung tempat penyimpanan harta kekayaan di sebelah timur masjid Tosora serta gedung padi di tiga limpo. Anggota Dewan pemerintah Kerajaan Wajo La Tenri Wija Daeng Situju berpesan agar senantiasa mengingat negeri Wajo selama perantauan. Lalu La Maddukkelleng ditanya tentang bekal yang akan dibawa, ia menjawab bahwa ada tiga bekal yang akan dibawa serta yaitu pertama lemahnya lidahku, kedua tajamnya ujung kerisku dan yang ketiga ujung kelaki-lakianku. Dengan disertai pengikut-pengikutnya La Maddukkelleng berangkat dari Peneki dengan menggunakan perahu layar menuju Johor Malaysia sekarang. Lontarak Sukunna Wajo memberitakan bahwa La Maddukkelleng dalam perjalanan bertemu dengan saudaranya bernama Daeng Matekko, seorang saudagar kaya Johor. Hal ini membuktikan bahwa lama sebelumnya orang-orang Wajo sudah merambah jauh negeri orang. La Maddukkelleng diperkirakan merantau pada masa akhir pemerintahan Raja Bone La Patauk Matanna Tikka Nyilinna Walinonoe, yang merangkap sebagai Datu Soppeng dan Ranreng Tuwa Wajo, sekitar tahun 1714 La Maddukkelleng di Perantauan dan Asal Usul Kota Samarinda La Maddukkelleng bersama We Tenriangka Arung singkang, dan pengikut-pengikutnya, mula-mula berlayar dan menetap di Tanah Malaka Malaysia Barat, kemudian pindah dan menetap di kerajaan Pasir, Kaltim. Dalam perjalanan rombongan tersebut, masih memegang adat tata dan norma kerajaan Wajo, La Maddukkelleng sebagai pimpinan. La Maddukkelleng mengangkat To Assa sebagai panglimanya. Mereka membangun armada laut yang terus mengacaukan pelayaran di Selat Makassar. Dalam perantauan ini juga La Maddukkelleng kawin dengan puteri Raja Pasir. Sementara itu salah seorang puterinya kawin dengan Raja Kutai Sultan Muhammad Idris. Pada saat itu, pemerintah Kutai dipimpin oleh raja bernama Adji Pangeran Dipati Anom Panji Mendapa Ing Martadipura, yang kerap pula disebut Adji Yang Begawan, memerintah pada tahun 1730 – 1732. setelah wafat, Adji Yang Begawan terkenal dengan sebutan Marhum Pemarangan. La Maddukkelleng, mempunyai tiga orang putera, yang kemudian beranak cucu dan berkeluarga dengan raja-raja di Kaltim. Ketiga anakanya ialah, Petta To Sibengngareng, yang turunannya kawin-mawin dengan raja-raja Pasir dan Kutai, Petta To Rawe, yang turunannya kawin-mawin dengan raja-raja Berau dan Kutai, serta Petta To Siangka yang turunannya kawin-mawin dengan raja-raja Bulungan dan Sulawesi Tengah. Dalam rombongan La Maddukkelleng tersebut, ikut pula delapan orang bangsawan menengah, yaitu La Maohang Daeng Mangkona, La pallawa Daeng Marowa, Puanna Dekke, La Siaraje, Daeng Manambung, La Manja Daeng Lebbi, La Sawedi Daeng Sagala, dan La Manrappi Daeng punggawa. Karena tanah Wajo telah diduduki oleh kerajaan Bone, banyak pula warga Wajo yang meninggalkan kampung kelahirannya berlayar menuju Pasir dan menetap di Sungai Muara Kendilo. Tempat pemukiman baru tersebut lambat laun menjadi sesak akibat semakin bertambahnya migrasi dari tanah Wajo. Melihat hal itu, La Maddukkelleng mengadakan perundingan dengan pengikutnya. Hasilnya antara lain, diputuskan agar sebagian pengungsi Wajo itu mencari tempat pemukiman baru. Mereka pun memilih Kutai sebagai tanah pemukiman baru. Ketika rombongan itu sampai ke Tanah Kutai, La Mohang daeng Mangkona menghadap Raja Kutai Adji Pangeran Dipati Anom Ing Martadipura atau Marham Pemarangan. Ia memohon agar diizinkan menetap di tanah Kutai. Tetapi, sang raja berfikir, mugkin saja orang-orang itu malah akan membuat kesulitan seperti yang pernah dilakukan seorang temannya yang meminta hal serupa berpuluh tahun lampau. Pikir punya pikir, raja Kutai akhirnya setuju dengan satu syarat, agar patuh pada perintah raja. La Mohang setuju dan berjanji apabila diberikan sebidang tanah ia akan mencari kehidupan di tanah Kutai, membangun daerah itu dan patuh pada titah raja. Disaksikan sejumlah pembesar kerajaan, sang raja bertitah “carilah sebidang tanah di wilayah kerajaanku ini di sebuah daerah berdaratan rendah dan diantara dataran rendah itu, terdapat sungai yang arusnya tidak langsung mengarah dari hulu ke hulir, tetapi mengalir dan berputar di antara dataran itu”. Orang-orang bugis itu pun berlayar sepanjang Sungai Mahakam mencari tanah seperti yang telah ditentukan raja. Setelah beberapa lama berlayar mengitari Tanah Kutai, akhirnya mereka menemukan tanah dataran rendah yang sesuai dengan titah raja. Di tempat inilah kemudian mereka membangun rumah rakit, berada diatas air, dan ketinggian antara rumah yang satu dengan lainnya sama. Dengan rumah rakit yang berada di atas air, harus sama tinggi antara rumah satu dengan yang lainnya, melambangkan tidak ada perbedaan derajat apakah bangsawan atau tidak, semua “sama” derajatnya dengan lokasi yang berada di sekitar muara sungai yang berulak, dan di kiri kanan sungai daratan atau “rendah”. Diperkirakan dari istilah inilah lokasi pemukiman baru tersebut dinamakan SAMARENDA atau lama-kelamaan ejaannya menjadi “SAMARINDA”. Tempat itu lalu menjadi pemukiman orang-orang bugis wajo. Letaknya tak jauh dari kampung Mangkupalas, kampung tua di kecamatan Samarinda Seberang bagian tepi Sungai Mahakam, tempat pusaran air itu sekarang menjadi kompleks industri kayu lapis. Menurut cerita setempat, La Mohang Daeng Mangkona pengikut La Maddukkelleng itulah yang dianggap berjasa, mengembangkan Kampung Mangkupalas. Sebuah kampung tua yang kemudian berkembang menjadi Samarinda Seberang. Setelah sepuluh tahun La Maddukkelleng memerintah Pasir sebagai Sultan Pasir, datanglah utusan dari Arung Matowa Wajo La Salewangeng yang bernama La Dalle Arung Taa menghadap Sultan Pasir dengan membawa surat yang isinya mengajak kembali, karena Wajo dalam ancaman Bone, tapi Wajo sudah siap dengan pasukan dan peralatan. Saat itu La Maddukkelleng menjadi Sultan Pasir, bertekad kembali ke Wajo memenuhi panggilan tanah leluhurnya, meskipun menghadapi banyak pertempuran. Perjuangan dari Pasir kembali ke Wajo Setelah itu La Maddukkelleng mengumpulkan kekuatan persenjataan dan armada yang berkekuatan perahu jenis bintak, perahu ini sengaja dipilih karena bisa cepat dan laju digerakkan. Perahu yang digunakan tersebut dilengkapi dengan meriam-meriam baru yang dibelinya dari orang-orang Inggris. Anggota pasukan La Maddukkelleng dibagi atas dua kelompok, yaitu pasukan laut marinir yang dipimpin oleh La Banna To Assa kapitang laut dan pasukan darat dipimpin oleh Panglima Puanna Pabbola dan Panglima Cambang Balolo. Pasukan istimewa tersebut seluruhnya merupakan orang-orang terlatih dan sangat berpengalaman dalam pertempuran laut dan darat di Semenanjung Malaya dan perairan antara Johor dengan Sulawesi. Pasukan ini terdiri atas suku Bugis, Pasir, Kutai, Makassar serta Bugis-Pagatan. Armada La Maddukkelleng berangkat menuju Makassar melalui Mandar dan kemudian terlebih dahulu mampir di Pulau Sabutung. Dalam Desertasi Noorduyn dipaparkan bahwa dalam perjalanan menuju Makassar, dua kali armada La Maddukkelleng diserang oleh armada Belanda yaitu pada tanggal 8 Maret 1734 dan 12 Maret 1734. Dalam catatan Raja Tallo diberitakan bahwa armada Belanda yang terdiri dari enam buah perahu perang dapat dipukul mundur, perang ini berlangsung selama dua hari. Lontarak Sukkuna Wajo menyatakan bahwa ketika armada La Maddukkelleng sedang berlayar antara pulau Lae-lae dan Rotterdam, pasukan Belanda yang berada di Benteng tersebut menembakinya dengan meriam-meriam. Armada La Maddukkelleng membalas tembakan meriam itu dengan gencar. Gubernur Makassar, Johan Santijn 1733-1737 mengirim satu pasukan orang-orang Belanda yang ditemani oleh Ancak Baeda Kapitang Melayu menuju pulau Lae-lae. Hampir seluruh pasukan tersebut ditewaskan oleh La Maddukkelleng bersama pasukannya. Melalui pelabuhan Gowa dia diterima oleh kawan seperjuangannya I Mappasempek Daeng Mamaro, Karaeng Bontolangkasa yang sebelumnya sudah dikirimi surat. Lalu kemudian Tumabbicara Butta Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Megana juga datang menemui La Maddukkelleng. Kemudian diadakanlah pertemuan yang membicarakan rencana strategis dan taktik menghadapi tentara Belanda. Setelah armada VOC tidak dapat mengalahkan armada La Maddukkelleng, mereka melanjutkan pelayaran menuju Bone dan tiba di Ujung Palette. Ratu Bone We Bataru Toja, yang merangkap jabatan Datu Soppeng, sejak tahun 1667 menjadi sekutu Belanda, mengirim pasukan untuk menghadang armada La Maddukkelleng, dan menyampaikan bahwa topasalanna Bone orang bersalah terhadap Bone dilarang masuk melalui sungai Cenrana. Suruhan La Maddukkelleng menyampaikan balasan bahwa La Maddukkelleng, Sultan Pasir, menghormati raja perempuan dan tidak akan melalui sungai Cenrana, tetapi melalui Doping wilayah Wajo ke Singkang. Dalam Musyawarah dengan Arum Pone merangkap Datu Soppeng, Arung Matowa Wajo mendapat tekanan dari Raja Bone untuk menyerang dan tidak memberi kesempatan masuk. Arung Matowa Wajo menjawab bahwa berdasarkan perjanjian pemerintahan di Lapaddeppa antara Arung Saotanre La Tiringeng To Taba dengan rakyat Wajo 1476 yang berbunyi Wajo adalah negeri mereka dimana hak-hak asasi rakyat dijamin. Dengan melalui proses negoisasi dan dengan persiapan yang mantap, La Maddukkelleng dengan pasukannya masuk melalui Doping. Tanggal 24 Mei 1736 ditambah dengan tambahan pasukan 100 seratus orang Wajo, sehingga diperkirakan kurang lebih 700 tujuh ratus orang ketika tiba di Singkang. Karena La Maddukkelleng masih menghormati Hukum Adat Tellumpoccoe persekutuan antara Wajo, Soppeng dan Bone, dia berangkat ke Tosora untuk menghadiri persidangan dengan kawalan orang. Tuduhan pun dibacakan yang isinya mengungkap tuduhan perbuatan La Maddukkelleng mulai dari sebab meninggalkan negeri Bugis sampai pertempuran yang dialaminya melawan Belanda. La Maddukkelleng lalu membela diri dengan alasan-alasan rasional dan menyadarkan akan posisi orang Bugis di hadapan Belanda. Karena demikian maka tidak mendapat tanggapan dari Majelis Pengadilan Tellumpoccoe. La Maddukkelleng kemudian ke Peneki memangku jabatan Arung yang diwariskan ayahnya, namun dalam perjalanan tidak dapat dihindari terjadinya peperangan dengan kekalahan di pihak pasukan Bone. La Maddukkelleng dijuluki “Petta Pamaradekangi Wajona To Wajoe” yang artinya tuan/orang yang memerdekakan tanah Wajo dan rakyatnya. Karena La Salewangeng pemangku Arung Matowa Wajo usianya sudah cukup lanjut untuk menyelesaikan segala persoalan, maka melalui suatu mufakat Arung Ennengnge Dewan Adat, beliau diangkat sebagai Arung Matowa Wajo XXXIV. Pengangkatannya di Paria pada hari Selasa tanggal 8 November 1736. Dalam pemerintahannya, tercatat berhasil menciptakan strategi pemerintahan yang cemerlang yang terus menerus melawan dominasi Belanda dan membebaskan Wajo dari penjajahan diktean Kerajaan Bone, juga keberhasilan memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Wajo Didahului oleh Sultan Aji Muhammad Alamsyah Raja Pasir6—1736 Digantikan oleh Sultan Sepuh I Alamsyah Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh adalah jenis karya sastra yang diparkan atau dijelaskan dalam bentuk tulisan yang berwujud sebuah cerita atau kisah secara pendek, jelas, serta ringkas. Cerpen bisa disebut juga dengan sebuah prosa fiksi yang isinya tentang pengisahan yang hanya terfokus pada satu konflik atau “Hang Tuah” Pada suatu ketika ada seorang pemuda yang bernama Hang Tuah, anak Hang Mahmud. Mereka bertempat tinggal di Sungai Duyung. Pada saat itu, semua orang di Sungai Duyung mendengar kabar teng Raja Bintan yang baik dan sopan kepada semua rakyatnya. Ketika Hang Mahmud mendengar kabar itu, Hang Mahmud berkata kepada istrinya yang bernama Dang Merdu,”Ayo kita pergi ke Bintan, negri yang besar itu,apalagi kita ini orang yang yang miskin. Lebih baik kita pergi ke Bintan agar lebih mudah mencari pekerjaan. ”Lalu pada malam harinya, Hang Mahmud bermimpi bulan turun dari penuh di atas kepala Hang Tuah. Hang Mahmudpun terbangun dan mengangkat anaknya serta menciumnya. Seluruh tubuh Hang Tuah berbau sepertiwangi-wangian. Siang harinya, Hang Mahmud pun menceritakan mimpinya kepada istri dan anaknya. Setelah mendengar kata suaminya, Dang Merdu pun langsung memandikan dan melulurkan anaknya. Setelah itu, ia memberikan anaknya itu kain,baju, dan ikat kepala serba putih. Lalu Dang Merdu member makan Hang Tuah nasi kunyit dan telur ayam,ibunya juga memanggil para pemuka agama untuk mendoakan selamatan untuk Hang Tuah. Setelah selesai dipeluknyalah anaknya kata Hang Mahmud kepada istrinya,”Adapun anak kita ini kita jaga baik-baik, jangan diberi main jauh-jauh.”Keesokan harinya, seperti biasa Hang Tuah membelah kayu untukpersediaan. Lalu ada pemberontak yang datang ke tengah pasar, banyak orangyang mati dan luka-luka. Orang-orang pemilik toko meninggalkan tokonya dan melarikan diri ke kampong. Gemparlah negri Bintan itu dan terjadi kekacauandimana-mana. Ada seorang yang sedang melarikan diri berkata kepada Hang Tuah,”Hai, Hang Tuah, hendak matikah kau tidak mau masuk ke kampung.?”Maka kata Hang Tuah sambil membelah kayu,”Negri ini memiliki prajurit dan pegawai yang akan membunuh, ia pun akan mati olehnya. ”Waktu ia sedang berbicara ibunya melihat bahwa pemberontak itu menuju Hang Tuah sambil menghunuskan ibunya berteriak dari atas toko,katanya,”Hai, anakku, cepat lari ke atas toko!”Hang Tuah mendengarkan kata ibunya, ia pun langsung bangkit berdiri dan memegang kapaknya menunggu amarah pemberontak itu. Pemberontak itu datangke hadapan Hang Tuah lalu menikamnya bertubi-tubi. Maka Hang Tuah punMelompat dan mengelak dari tikaman orang itu. Hang Tuah lalu mengayunkankapaknya ke kepala orang itu, lalu terbelalah kepala orang itu dan mati. Maka kata seorang anak yang menyaksikannya,”Dia akan menjadi perwira besar di tanah Melayu ini.” Terdengarlah berita itu oleh keempat kawannya, Hang Jebat, Hang Kesturi,Hang Lekir, dan Hang pun langsung berlari-lari mendapatkan Hang Tuah. Hang Jebat dan Hang Kesturi bertanya kepadanya,”Apakah benar engkau membunuh pemberontak dengan kapak?”Hang Tuah pun tersenyum dan menjawab,”Pemberontak itu tidak pantas dibunuh dengan keris, melainkan dengan kapak untuk kayu.”Kemudian karena kejadian itu, baginda raja sangat mensyukuri adanya sang Hang Tuah. Jika ia tidak datang ke istana, pasti ia akan dipanggil oleh Sang Raja. Maka Tumenggung pun berdiskusi dengan pegawai-pegawai lain yang juga iri hati kepada Hang Tuah. Setelah diskusi itu, datanglah mereka ke hadapan Sang Raja. Maka saat sang Baginda sedang duduk di tahtanya bersama para bawahannya, Tumenggung dan segala pegawai-pegawainya datang berlutut, lalumenyembah Sang Raja, “Hormat tuanku, saya mohon ampun dan berkat, ada banyak berita tentang penghianatan yang sampai kepada saya. Berita-berita itu sudah lama saya dengar dari para pegawai-pegawai saya.”Setelah Sang Baginda mendengar hal itu, maka Raja pun terkejut lalubertanya, “Hai kalian semua, apa saja yang telah kalian ketahui?”Maka seluruh menteri-menteri itu menjawab, “Hormat tuanku, pegawai sayayang hina tidak berani datang, tetapi dia yang berkuasa itulah yang melakukan halini.”Maka Baginda bertitah, “Hai Tumenggung, katakana saja, kita akan membalasanya.”Maka Tumenggung menjawab, “Hormat tuanku, saya mohon ampun dan berkat,untuk datang saja hamba takut, karena yang melakukan hal itu, tuan sangatmenyukainya. Baiklah kalau tuan percaya pada perkataan saya, karena jika tidak,alangkah buruknya nama baik hamba, seolah-olah menjelek-jelekkan orang Baginda mendengar kata-kata Tumenggung yang sedemikian itu,maka Baginda bertitah, “Siapakah orang itu, Sang Hang Tuah kah?”Maka Tumenggung menjawab, “Siapa lagi yang berani melakukannya selain Hang Tuah itu. Saat pegawai-pegawai hamba memberitahukan hal ini pada hamba,hamba sendiri juga tidak percaya, lalu hamba melihat Sang Tuah sedang berbicaradengan seorang perempuan di istana tuan ini. Perempuan tersebut bernama Dang Setia. Hamba takut ia melakukan sesuatu pada perempuan itu, maka hamba dengan dikawal datang untuk mengawasi mereka.”Setelah Baginda mendengar hal itu, murkalah ia, sampai mukanya berwarna merah padam. Lalu ia bertitah kepada para pegawai yang berhati jahat itu,“Pergilah, singkirkanlah si durhaka itu!”Maka Hang Tuah pun tidak pernah terdengar lagi di dalam negri itu, tetapi si Tuah tidak mati, karena si Tuah itu perwira besar, apalagi di menjadi wali sekarang ini Hang Tuah berada di puncak dulu Sungai Perak, di sana ia duduk menjadi raja segala Batak dan orang hutan. Sekarang pun raja ingin bertemu dengan seseorang, lalu ditanyainya orang itu dan ia berkata, “Tidakkah tuan inginmempunyai istri?”Lalu jawabnya, “Saya tidak ingin mempunyai istri lagi.”Demikianlah cerita Hikayat Hang Tuah. 1 2 3 Lihat Fiksiana Selengkapnya